Tuesday, December 18, 2007

[HALAMAN GANJIL]

Kali Ini Amat Beruntung
-----------------------
--Anwar Holid



Aku termasuk pendengar yang sangat suka duo Tuck & Patti. Tuck, gitaris pria kulit putih, bukan saja sangat lincah dan mahir main gitar akustik senar kawat, melainkan petikannya juga terdengar amat khas. Sementara Patti, vokalis wanita kulit hitam, bernyanyi penuh ekspresi, suaranya 'agem', termasuk ala scat sing kala berkejar-kejaran penuh harmonis dengan iringan gitar partnernya. Mereka berdua konon suami-istri, karena aku belum pernah lihat sertifikat pernikahan mereka. Mereka boleh dibilang pasangan unik, saling isi, sama-sama berambut kriwil. Bedanya rambut Tuck pirang keperak-perakan, sementara rambut Patti sehitam arang.

Bukti bahwa aku suka duo itu jelas, aku punya album-album mereka, terutama sekarang dalam bentuk mp3. Dulu aku punya kaset The Very Best Of mereka, tapi sekarang entah di mana. Dulu waktu zaman Audiogalaxy, aku mendownload lagu mereka sebanyak mungkin, dan dapat lumayan. Sementara dari ngopi dari koleksi Rumah Buku dan pinjam ke beberapa teman, mungkin aku punya 5-6 album mereka. Favoritku ternyata tetap, yaitu album The Very Best Of dan As Time Goes Bye. Sementara lagunya antara lain Better Than Anything, Time After Time (cover lagu Cindy Lauper), My Romance, Sukiyaki, On A Clear Day, They Can't Take That Away From Me, dan lain-lain. The Very Best Of Tuck & Patti merupakan salah satu album favoritku sepanjang masa, semua lagu dalam album itu asyik buat didendangkan.

Aku sekali lagi agak yakin pertama kali suka mereka dari KLCBS, radio jazz di kota tempat aku tinggal, Bandung. KLCBS itu stasiun favoritku, lepas bahwa aku sebenarnya suka dengar rock atau heavy metal. Setelah itu aku cari kasetnya di Cihapit, pusat kaset & CD bekas paling terkenal di Bandung. Lama-lama kesukaanku pada mereka terpatri. Dulu aku beruntung sempat nonton konser mereka di Sabuga, mungkin kira-kira pada 1987, bareng seorang senior, waktu aku masih kerja di Mizan. Tuck & Patti waktu itu datang bareng Stanley Jordan, seorang gitaris jazz elektrik yang juga menarik dan asyik, termasuk dalam mengolah lagi lagu-lagu pop dan rock jadi komposisi jazz yang menggairahkan. Aku juga sudah lupa berapa harga tiket Tuck & Patti plus Stanley Jodan dulu; mungkin Rp.25.000,- kalau bukan Rp.50.000,-; tapi yang jelas akustik di Sabuga cukup maksimal untuk bisa menikmati pertunjukan mereka. Kalau dikenang-kenang, alangkah surut ke belakang masa itu, masa ketika aku bisa merelakan uang untuk nonton konser, beli CD, atau nonton film---tapi patut dicatat, yang gratis dan berkualitas juga banyak aku alami.

Waktu tengah malam lihat-lihat detik.com, aku baca pada 15 Desember 2007 nanti Tuck & Patti akan konser di Jakarta dalam acara 'Holiday Jazz Tour.' Aku senang baca berita itu; tapi melihat iklannya langsung membuat aku menelan ludah. Tiket termurahnya Rp.500.000,-, kelas silver. Jelas aku mustahil bisa ngebelain tiket seharga itu, yang mungkin dengan uang yang sama lebih baik aku belikan stroller buat Shanti, putri bungsuku. Alangkah mahal tiket itu rasanya. Tapi barangkali tidak. Harga itu tentu pantas untuk pertunjukan mereka yang berkelas. Persoalannya ialah kondisiku sekarang sulit bisa memprioritaskan hal-hal seperti itu. Dalam hal ini, bisa jadi aku kurang beruntung. Tapi apa gara-gara sudah agak jelas mustahil nonton mereka lagi, aku wajar merasa kurang beruntung. Barangkali aku menilai diriku salah.

Bila memang sedang beruntung, aku ditakdirkan mengalami hal-hal menyenangkan, jauh di melampaui harapan-harapanku sendiri. Ketika sedang beruntung, rasanya peristiwa itu memang bakal sulit sekali terulang. Sesuatu yang mengesankan memang sering sulit sekali dilupakan. Cinta pertama tampak selalu sulit dilupakan, karena itu memang mengesankan; begitu dengan pertama kali menikah, dan sebagainya. Dulu, waktu punya duit tinggal Rp.10.000,- aku pernah dapat kembalian Rp.100.000,- dari sebuah kantin tempat aku belanja sayur terakhir hari itu. Aku baru sadar itu di rumah, ketika mau menyimpang pulangan itu. Aku ngotot pada istri bahwa itu merupakan keberuntungan. Atau barangkali itu salah satu bentuk ketidakjujuranku.

Meski bukan saudara Si Untung, ada sejumlah keberuntungan yang bisa aku ingat-ingat dengan baik. Pertama-tama, keberuntungan tampak bersaudara dengan kebaikan, dan barangkali wajar bila itu agak berbau fisikal dan duniawi. Orang mudah mengaitkan keberuntungan dengan kenikmatan duniawi, aku pikir itu baik-baik saja, karena kita manusia yang hidup di dunia, dan hanya di tempat nan sementara ini aku bisa mengalami hal fisikal, meski aku agak yakin kenikmatan itu bersifat kualitatif. Makin mengejutkan, tambah seru saja nilai keberuntungan itu. Tapi ada seseorang yang bilang, makin keras usaha kita, maka makin besar keberuntungan yang bakal kita dapat. Apa selalu keberuntungan itu datang mendadak, begitu saja, dan gratis? Entahlah. Kalau kita baca dari kisah di kitab suci, keberuntungan itu semacam 'buah.' Maryam itu gadis yang amat saleh dan hanya membaktikan hidupnya untuk Allah; maka salah satu keberuntungan yang dia dapat ialah makanan dari surga. Bukankah kenikmatan makan buah itu sesuatu yang duniawi?

Sulit memastikan kapan keberuntungan mau datang. Ia malah lebih suka datang begitu saja. Tanpa pernah ada isyarat mimpi sebelumnya, mendadak aku diberi tiket seminar Re-Code Your Change DNA Rhenald Kasali senilai Rp.500.000,- oleh mas Rinto, kenalan di GPU Bandung. Padahal waktu itu kami persis baru kenalan; mungkin itu sejenis cara 'salam kenal' buat aku. Itu seminar yang amat segar dan bagus, dan aku mengingatnya sebagai salah satu keberuntungan di tengah haus wawasan akan manajemen perusahaan. Karena berbagai sebab di luar kuasa, ternyata aku sempat juga mengalami keberuntungan merasakan kemewahan, misalnya nginap di hotel bintang, antara lain HI, Sheraton, Salak, atau Perdana Wisata. Secara wajar, semua kemewahan itu jelas di luar jangkauan keuangan maupun kemampuanku. Semua datang dari orang yang merasa perlu memberi aku kebaikan. Apa aku merasakan itu sebagai sejenis kebanggaan? Tidak. Aku menerima itu dengan rendah hati dan rasa syukur. Itu semua hanya keberuntungan. Lain tidak.

Ada kala keberuntungan datang karena kita sedang butuh sementara kita kehabisan cara untuk mengusahakan agar kebutuhan itu ada. Ceritanya kami sudah beberapa bulan terakhir cukup akrab dengan keluarga seorang pengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan (Unpar). Awalnya aku yang kenal dengan sang istri, karena ada urusan perbukuan. Tapi lama-lama dia juga akrab dengan istriku; mungkin karena sama-sama punya anak masih kecil. Lantas aku kenal dengan sang suami, sampai jadi akrab, saling berkunjung, makan bareng. Keluarga ini sering memberi kami barang, termasuk yang menurutku cukup mewah. Salah satu 'pemberian' (tepatnya dipinjami tanpa batas) yang paling berharga barangkali satu unit CPU Pentium 4, yang jelas sungguh luar biasa karena kami sulit sekali mengup-grade komputer Pentium 233 MMX yang sudah berusia lebih dari delapan tahun dan hard disknya kadang-kadang mendadak hang. Mereka juga suka memberi barang lain, mulai dari pengepel sampai baju buat anak-anak. Saking sungkan, aku pernah kirim pesan ke sang istri: 'Jangan-jangan nanti semua barang kalian terdampar di rumahku.' Keberuntungan yang aku terima dari mereka jelas berupa limpahan barang yang jelas sulit aku dapat secara normal.

Entahlah, apa keberuntungan selalu terkait dengan kondisi keuangan dan kemampuan seseorang belanja sesuatu, dan karena itu bersinggungan antara miskin dan kaya. Beruntungkah orang yang bisa memberi tiket platinum konser Tuck & Patti? Pada satu titik, ya. Beruntungkah Dede (si Manusia Pohon) mendapat perawatan gratis dari dokter-dokter terbaik, bahkan mendapat perhatian nasional? Bisa jadi ya, meski unsur tragis dan ironi di situ tampak lebih kentara. Bila seseorang bisa membeli laptop untuk keperluan kerja maupun gaya tapi akhirnya dia gunakan uang itu untuk kebutuhan sekeluarga, kurang beruntungkah dia? Apa keberuntungan melulu terkait sesuatu yang kita dapat secara gratis? Jadi romantis dong. "Rokok-makan gratis," maksudnya.

Dapat gratisan memang menyenangkan, apa pun itu, apalagi bernilai mahal. Waktu renovasi rumah atas bantuan Habitat Kemanusiaan Indonesia, kami juga sekalian gratis mendapat rancangan desain rumah dari para arsitek Unpar, tambah pengawasan renovasi cuma-cuma. Kata Okky, salah satu dari arsitek itu, "Memang gue sengaja mengalokasikan harus ada pekerjaan yang pro bono." Jelas sekali itu juga merupakan keberuntungan. Betapa untung bertemu dengan orang yang mau membagi milik yang paling berharga. Mereka membagi gratis karena ingin menyemai kebaikan, sejenis dedikasi kepada sesama manusia.

Keberuntungan yang telah berkali-kali aku alami ternyata selalu mengejutkan. Ini menarik dan menyenangkan. Berpikir positiflah agar keberuntungan memang terjadi. Bukalah senantiasa segala kemungkinan bisa terjadi, termasuk berkah yang barangkali di luar nalar. Dunia ini diciptakan begitu luas agar segala kemungkinan bisa terjadi. Wah... sebelum Tuck & Patti manggung pada 15 Desember nanti memang tinggal tiga hari tambah beberapa jam lagi. Kalau toh aku mungkin kurang beruntung karena gagal nonton duo harmonis itu, aku tetap dengan senang hati berharap ada keajaiban. Seperti Charlie di saat-saat terakhir mendapat tiket emas dari batang cokelat yang dia beli dengan uang yang dia temukan di balik gundukan salju.[] 11/12/2007

Anwar Holid, penulis merasa beruntung sudah beristri, punya dua anak, dan bisa menikmati musik dengan baik, terutama sekarang dari mp3.

Tuesday, December 04, 2007

[keajaiban dunia]

Dede si 'Manusia Pohon', Pengidap HPV Ekstrem
----------------------------------------------------------------------------
---Anwar Holid

Begitu pikiranku teringat 'berita itu', sekujur tubuhku langsung merinding, seakan-akan muncul sesuatu dari pori-poriku, dan seketika pula aku terpejam, berusaha melupakan berita yang barusan aku baca. Tapi rupanya berita itu sulit lenyap meski aku menggeleng-gelengkan kepala, dan setiap kali itu pula aku terus merinding dan merasa ada yang salah dengan tubuhku. Yang muncul dalam pikiranku ialah rasa ngeri; ngeri bagaimana kalau aku mengalami penyakit yang amat aneh itu. Hanya dengan membayangkan saja tubuhku langsung bereaksi abnormal. Mendadak aku ingat informasi bahwa gen manusia bisa berubah drastik bila mengalami sesuatu yang luar biasa; misalnya rambut mendadak beruban dalam 1 - 2 hari setelah seseorang mengalami kejadian yang amat mengejutkan, atau orang bisa langsung gagap. Aku merasa seperti itu, tubuhku mendadak gatal di mana-mana setiap kali ingat berita itu dan seketika aku meringis atau minimal mengeluarkan keringat, seakan-akan ditusuk-tusuk ratusan jarum.

Rasa ngeri itu muncul setelah aku baca berita tentang penyakit yang diderita Dede (36-37 tahun) di Kompas dan Media Indonesia, Minggu, 25/11/07. Sekujur tubuh Dede terkena penyakit kulit yang membuat dirinya jadi mengerikan karena ia terlihat jadi mirip monster. Badannya dipenuhi bintil-bintil kutil secara ekstrem, dan terutama sekali di kedua tangan dan kakinya tumbuh sesuatu yang amat aneh, hingga jemari-jemarinya berkembang abnormal seperti serabutan akar pohon yang kotor oleh lumpur. Aku sulit sekali membayangkan persis seperti apa keadaan dirinya, bahkan ketika aku lihat foto-fotonya. Dilihat dari foto-foto, kedua pasang kaki dan tangannya berubah bentuk seperti potongan balok kayu. Sekarang ini seluruh telapak tangan dan kakinya sudah tidak kelihatan lagi. Menurut berita, kini dia sudah lumpuh. Menurut dokter yang merawatnya, dia mengidap epidermo displacia veruciformis disertai giant cutaneous horn atau tumbuhnya tanduk raksasa di permukaan kulit. Penyakit ini sejenis kutil, namun memanjang dan membesar menyerupai tanduk. Kutil yang tadinya kecil-kecil kini membesar, memanjang, mengeras, berbentuk seperti sulur kuku panjang dan kulit kayu kasar. Karena penyakitnya itu Dede dijuluki 'Manusia Pohon.'

Entah persis kapan beberapa tahun lalu aku sudah sempat baca artikel dan lihat foto di Pikiran Rakyat tentang Dede yang sedang mengemis di Alun-alun Bandung. Waktu itu aku sudah ngeri membayangkan bila ketemu dengan orang seperti dia. Rupanya kini dia jadi pemberitaan media massa lagi karena pihak RS Hasan Sadikin (dibantu sejumlah pihak) mau gratis mengoperasi penyakit Dede. Tim dokter dikepalai Cissy Rachiana dan Rachmatdinata. Bahkan Dr. Anthony Gaspari, kepala Departemen Dermatologi di University of Maryland School of Medicine, Amerika Serikat, disebut-sebut wikipedia.org tertarik untuk terlibat langsung, tapi tampaknya keterlibatannya dihalangi Indonesia, dalam hal ini oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Menurut Dr. Anthony Gaspari, setelah mempelajari sampel perubahan fisik dan darah Dede, Dede mengidap Human Papilloma Virus (HPV), dengan kondisi yang luar biasa jarang. Dalam kondisi normal, itu merupakan penyakit yang menyebabkan kutil kecil. Kutil bisa hilang sendiri atau bisa sembuh oleh banyak obat yang dijual di apotek.

Akibat kondisi itu Dede ditinggalkan istri dan dipecat dari pekerjaan (dia seorang buruh bangunan). Dia punya dua anak, Entang dan Entis, tinggal bersama di rumahnya yang butut. Menurut berita, Dede pernah berusaha mengobati penyakitnya di RS Hasan Sadikin pada November 1997 (10 tahun lalu), tapi rupanya tak sembuh-sembuh dan akhirnya ditinggalkan karena terlalu miskin untuk membiayai pengobatan. Syukurlah, setelah tambah parah dan teknologi kedoteran maju, dia hendak diobati secara gratis. Semoga upaya itu berhasil.

Yang terus-terusan menggangguku ialah bayang-bayang betapa ngeri penyakit itu bila aku yang mengidap. Menurut dokter, penyakit Dede tidak menular; namun efek psikologisnya berat sekali. Mungkin mirip lepra. Aku ingat sebuah ungkapan yang kira-kira menyatakan bahwa meskipun keanehan di dunia ini sulit dipercayai bisa terjadi, jangan tutup keyakinan bahwa hal semacan itu memang bisa terjadi. Dede jelas menunjukkan hal itu. Yang dia alami luar biasa, ganjil, aneh, bahkan di satu titik menakutkan. Aku langsung ingat kisah nabi Ayub yang didera berbagai cobaan, mulai dari penghancuran kekayaan hingga dia didera penyakit kulit sampai keadaannya menjijikkan, semua anaknya mati, dan dia ditinggalkan istri. Aku ingat Michael K. yang cacat, agak-agak imbesil, dan dia dikerjai habis-habisan oleh manusia normal. Aku ingat Gregor Samsa yang mendadak bangun mendapati dirinya jadi coro raksasa setelah mimpi buruk. Kontrasnya aku ingat istri yang cantik sebagaimana perempuan normal lain, lalu dua anakku yang cakep dan lucu---persis karena mereka anak kami.

Ada berapa banyak kisah menggetarkan seperti Dede itu? Pengalaman manusia memang aneh-aneh. Aku pernah baca ada manusia yang mengaku dirinya Tuhan, mengaku dirinya Jibril, nabi baru, titisan sesuatu yang ilahiah, atau ketemu malaikat... tapi barangkali Dede lebih bersahaja. Dia sudah jujur atas penyakit itu; dia sedih karena ditinggalkan istri, khawatir bila kedua anaknya mengidap penyakit yang sama, dan prihatin karena gagal cari nafkah untuk membiayai kehidupan mereka. Manusiawi banget. Kasus yang dialami Dede sangat jarang. Ah, ternyata betapa menakutkan bila aku mengalami sesuatu yang sangat jarang. Aku ingat pada teman yang kena lupus atau orang yang kena ODHA, sambil terus gemetar, sebenarnya ada apa dunia memperlihatkan fenomena yang sangat ganjil.

Dunia memang penuh misteri. Agama banyak menyimpan hal misterius, masyarakat melahirkan kisah ajaib, peristiwa memperlihatkan kejadian di luar imajinasi orang, dan keanehan alam terus terjadi. Entahlah, apa yang misterius-misterius itu agak sama dengan yang 'gaib', yang buat aku 'tersembunyi', tak kasatmata. Menurut beberapa orang, yang gaib itu cuma dua, yaitu 'Tuhan' dan 'Kiamat.' Sementara aku sendiri yakin banyak sekali yang misterius dan gaib di dunia ini, dan aku hanya bisa 'yakin' secara buta. Aku kehabisan kata-kata setiap kali menyaksikan hal ajaib seperti dialami Dede itu, hanya bisa tertunduk malu melihat tukang pulung, atau orang cacat, atau orang yang mengidap penyakit amat berat. Secara sikap, aku hanya bisa diam bila menyaksikan kesedihan atau penyakit mengerikan yang dialami orang lain. Aku sulit berempati dengan hal-hal seperti itu; aku hanya bisa sedih dan berdoa agar mereka yang sakit tabah menghadapi, lantas disembuhkan.

Sakit dan malapetaka membuat aku murung, bertanya-tanya, malu sebagai manusia. Jelas karena aku hanya bisa diam, gagal berbuat apa-apa lagi. Sementara itu aku juga punya kesedihan-kesedihan sendiri. Aku nyerah atas kondisi di luar pemahamanku itu. Bila dihadapkan pada fenomena penyakit Dede dengan orang yang ngaku pernah ketemu malaikat atau ngaku dirinya malaikat, apa yang pantas kita lakukan? Aku sendiri lebih suka diam, menyerahkan semua itu pada masing-masing, kalau tidak mengembalikan persoalan itu pada Tuhan. Manusia, dengan segala variasinya, dan dunia, dengan segala kemungkinannya, masih menyimpan keajaiban entah apa lagi, mungkin dengan efek psikologis yang lebih hebat lagi pada sesama manusia. Aku berdoa agar bisa menghadapi itu semua dengan tabah dan kuat.[]23:03 01/12/2007

ANWAR HOLID, salah satu manusia normal, beristri satu, beranak dua, tinggal di Bandung; sedang panik didekati deadline.

Link informasi tentang Dede dan kondisinya:
http://en.wikipedia.org/wiki/Dede_%28Indonesian%29
http://www.sundaymirror.co.uk/news/sunday/2007/11/04/i-m-half-man-half-tree-98487-20058521/
http://afp.google.com/article/ALeqM5gQu4jn4L81TSYZFPdHNPgYZb0S4g
http://www.telegraph.co.uk/news/main.jhtml?xml=/news/2007/11/12/wtree112.xml&CMP=ILC-mostviewedbox
http://www.telegraph.co.uk/news/main.jhtml?xml=/news/2007/11/26/wtree126.xml
http://www.news.com.au/story/0,23599,22768474-2,00.html